Kamis, 14 Agustus 2008

Masih adakah secercah harapan bagi bangsa?

Tinggal beberapa hari lagi,
Indonesia akan merayakan HUTnya yang ke 63
tentunya gue sebagai anak bangsa *cie..* sangat antusias buat menghadiri upacara di sekolah gue. Berhubung, ini adalah upacara sekolah yang terakhir sebelum gue lulus dari SMA gue.

Selama 6 tahun, gue berdiri di lapangan yang sama buat mengikuti upacara 17an. Saking kreatifnya siswi, sampe-sampe upacara 17an enggak ngebosenin dan selalu bermakna.

Untuk tahun ini, gue enggak sebagai peserta, tapi sebagai petugas.
Gue main MB, lagu-lagu perjuangan. Di samping temen-temen gue (yang ditunjuk adalah anak2 IPS) pada jadi paskib, penjemput kelas, pemimpin upacara, pemimpin kelompok dan orang yang bakal berpidato. Gue enggak peduli, seberapapun gue capek abis TC hari Sabtu, itu upacara mesti jalan dengan bagus. Anak-anak TPSU dan TTM juga pasti ikutan menampilkan yang terbaik.

Kita sebagai kelas penyelenggara, enggak mau *mengecewakan penonton.* Kita mesti upacara dengan bagus!

Ya, setiap kali upacara, tepatnya setiap kali bendera itu dinaikkan, peserta hormat dan lagu kebangsaan di putar, gue selalu merinding. Saat itu, gue merasa gue bener-bener bangga jadi orang Indonesia. Entah alasannya, pokoknya gue bangga. Meskipun kadang-kadang gue suka berpikir, kenapa dulu bangsa kita itu *bodoh*, dijajah oleh bangsa lain selama berabad-abad, tapi tentunya gue menghargai jasa pahlawan yang berusaha membuat negara ini merdeka.

Dengan begitu sekarang, gue bisa tinggal di Indonesia dengan nikmat berkat hasil kerja mereka. Gue enggak perlu capek-capek buat pegang senjata. Gue cukup berusaha mengisi kemerdekaan, yah tentunya dengan BELAJAR.

Selain itu, gue juga bertanya-tanya. Kenapa kita mesti bangga menjadi orang Indonesia? Udah enggak asing lagi buat kita mendengar berita di TV atau baca di koran. Pembunuhan hampir terjadi tiap hari, belum puas cuma dibunuh, bahkan dimutilasi. Korupsi enggak tanggung-tanggung, menyiksa rakyat kecil, harga BBM naik, rakyat kecil lagi yang berteriak-teriak, lingkungan kotor dan banyak polusi, perang antar suku, Narkoba, kita masih punya hutang dengan luar negeri, kemiskinan yang dialami sebagian besar rakyat sehingga mereka menghalalkan segala cara, termasuk cara-cara yang enggak masuk akal supaya masih bisa bertahan hidup. Keadilan itu sama sekali enggak ditegakkan. Karena saking banyaknya masalah, mungkin mereka sendiri juga kewalahan, sehingga agak tidak mengherankan kalau banyak dari kita yang berusaha untuk melepaskan diri. Kata orang ini jaman edan.

Kenyataan itu, membuat kita berpikir. Apakah kita masih mau mencintai Indonesia atau enggak. Meninggalkan negara ini, dan malah berbakti pada negara lain. Kita memang memiliki budaya yang beranekaragam dari Sabang sampai Merauke. Budaya yang bener-bener BANYAK BANGET, yang unik, yang beda dari yang lain. Kita memang punya negara kepulauan yang paling terbesar. Tapi, apakah itu menjamin?

Sekarang, para generasi muda sudah mulai meninggalkan budaya asli Indonesia. Mereka malah lebih senang dengan budaya asing yang jauh lebih *menyenangkan* ketimbang budaya sendiri. Bisa dihitung berapa banyak generasi muda yang masih mau menyediakan waktunya untuk mempelajari alat musik tradisional, yang masih peduli dengan kesenian tradisional yang dipentaskan di teater nasional, yang masih mau mengenal bahasa daerah. Kita semua sudah terseret arus budaya global. Budaya global memanjakan kita, membuat kita jadi buta dengan budaya sendiri yang sebenarnya jauh lebih kaya daripada budaya luar. Memang, sepertinya budaya luar membaur dengan budaya setempat, tapi pada kenyataan, itu malah cenderung ke arah mendominasi.

Negara kita memang negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam. Tapi itu dulu. Lihat saja sekarang. Apakah harta kita masih sama seperti dulu? Kita bisa memikirkannya sendiri. Gue yakin, jauh sebelum gue lahir, alam kita masih bersih. Belum banyak polusi, sehingga rasanya udara sangat segar. Udara di kota seperti udara di desa. Masih banyak pohon rindang yang meneduhkan. Namun jauh berbeda dengan sekarang. Manusia seakan-akan menjadi makhluk yang diciptakan Tuhan untuk merusak, bukan untuk merawat. Berapa banyak kekayaan alam yang dieksploitasi manusia? Pohon ditebang, untuk membuat lahan bagi pemukiman dan mall (terutama di kota besar) Sebenarnya hal itu tidak salah, tetapi segala aspek keseimbangan seharusnya dipertimbangkan sehingga tidak menyebabkan banjir di kota-kota besar. Dan seharusnya pula, pembangunan itu tidak hanya dilakukan di *kota-kota emas* yang semuanya terletak di pulau Jawa. Yang lain, juga memerlukan itu. Pembangunan pun juga tidak merata. Semuanya menumpuk di jalur *kota-kota emas*

Disamping itu, kita juga kehilangan kekayaan alam. Kita banyak merelakan pulau-pulau kita untuk negara lain, dan bahkan kita sudah keluar dari salah satu organisasi ekonomi Internasional dimana kita dahulu pernah menjadi salah satu anggota mereka sebagai negara pengekspor. Kita adalah negara agraris, tetapi kita sekarang malah mengimpor dari luar. Dalam hal ini, alam juga mempengaruhi. Alam yang kacau (tidak seperti jaman dahulu yang masih teratur) membuat kita tidak bisa menghasilkan hasil yang maksimal. Alam yang kacau akibat global warming yang juga disebabkan oleh polusi. Lagi-lagi polusi. Mengapa negara lain masih bisa menghasilkan hasil yang baik walaupun mungkin keadaan sama seperti di Indonesia? Gue berpendapat mereka memiliki pengelolaan dan kematangan yang baik untuk menangani masalah pangan mereka, sedangkan kita tidak.

Keprihatinan yang lain pun muncul. Tidak semua dari kita mencintai sejarah bangsa ini. Tidak semua dari kita menghargai jasa para pahlawan yang sudah mati-matian mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk kemerdekaan negara. Di hari tua mereka, mereka malah tidak bisa menikmati 'kemerdekaan' yang mereka perjuangkan. Mereka terlupakan, mereka terbuang. Seharusnya kita memberi perhatian dan penghargaan yang lebih. Bukannya membuat mereka sakit hati. Bukankah bangsa yang hebat adalah bangsa yang mencintai dan menghormati budaya dan sejarah mereka? Amerika bisa hebat, karena mereka melakukan itu.

Indonesia memang hanya pandai berteori. Hanya berteori dan berteori (ini pun mengkritik diri gue sendiri sebagai manusia yang tidak sempurna) kebanyakan hanya omongan doang, sedangkan tindakan tidak ada.

Dibalik semua itu, menurut gue, masih ada yang bisa dibanggakan. Kita punya tim olahraga yang hebat. Yang cukup berhasil membawa nama baik negara kita di mata internasional, setelah karena beberapa kasus yang sempat menimpa sektor pariwisata kita seperti bom dan pesawat jatuh membuat nama kita tercoreng.

Sebenarnya, kita masih bisa bangkit. Kita masih bisa bersama-sama mewujudkan Indonesia yang baru. Indonesia yang pulih. Tuhan pasti akan membantu, asalkan dari diri kita masing-masing mau berubah. Dan mereka pun juga harus mau berubah. Berubah dan mulai berpikir, apa yang bisa dilakukan, agar negara yang besar dan luas ini tetap menjadi satu, maka kita bersama-sama bisa BANGKIT dari keterpurukkan ini. Jangan hanya pandai berteori saja, mengumbar-umbar janji palsu, lalu tidak berani merealisasikannya.
Mereka harusnya tidak hanya memerintah dan memberikan kebijakan-kebijakan, Mereka juga harus ikut turut terjun ke lapangan untuk merasakan.
Mereka
harusnya sadar, bahwa kesejahteraan rakyat juga ada di tangan mereka. Rakyat memilih mereka dan bergantung pada mereka, percaya bahwa mereka akan menjadikan kehidupan lebih baik (namun nyatanya?)
Mereka harusnya tau, kekayaan memang memabukkan, tetapi kekayaan di dunia hanya sementara. Kekayaan itu tidak akan abadi. Maka, kita tidak bisa menjadi hamba uang.

Tujuan kita hidup, adalah untuk Tuhan dan sesama. Untuk apa kita memiliki harta dan kekuasaan di dunia ini, sedangkan itu semuanya tidak memiliki arti di akhir nanti? Lebih baik berbuat kebaikkan kepada sesama. Membagikan harta yang kita miliki untuk sesama. Dengan begitu, kita akan merasa lebih kaya.

Kita semua memang harus BERUBAH dan BANGKIT, sebelum semuanya terlambat.

"Bangkit itu aku... untuk Indonesiaku"
-Dedy Mizwar

Tidak ada komentar: